anniversary

Doa seorang ibu sungguh mustajab. Balk doa kebaikan ataupun doa buruk. Rosululloh pernah menyampaikan suatu kisah menarik berkaitan dengan doa ibu. 5uatu kisah nyata yang terjadi pada masa sebelum Rosululloh yang patut diambil sebagai ibroh bagi orang-orang yang beriman. Dahulu, ada tiga orang bayi yang bisa berbicara. Salah satunya adalah seorang bayi yang hidup pada masa Juraij. Juraij adalah seorang ahli ibadah, dia memiliki sebuah tempat ibadah yang sekaligus jadi tempat tinggalnya. Suatu ketika Juraij sedang melaksanakan sholat, tiba-tiba ibunya datang memanggilnya: "Wahai Juraij". Dalam hatinya, Juraij bergumam: "Wahai Robbku, apakah yang harus aku dahulukan... meneruskan sholatku ataukah memenuhi panggilan ibuku?!". Dalam kebimbangan, dia tetap meneruskan sholatnya. Akhirnya sang ibu pulang. Esok harinya, sang ibu datang lagi dan memanggil: "Wahai Juraij!". Juraij yang saat itu pun sedang sholat bergumam dalam hatinya: "Wahai Robbku, apakah aku harus meneruskan sholatku... Ataukah (memenuhi) panggilan ibuku?l". Tetapi dia tetap meneruskan sholatnya. Sang ibu kembali pulang untuk-kedua kalinya. Ketiga kalinya, ibunya datang lagi seraya memanggil: "Wahai Juraij!". Lagi-lagi Juraij sedang menjalankan sholat. Dalam hatinya, ia bergumam: "Wahai Robbku, haruskah aku memilih meneruskan sholatku ataukah memenuhi panggilan ibuku?I". Tetapi dia tetap meneruskan sholatnya. Akhirnya, dengan kecewa setelah tiga kali panggilannya tidak mendapat sahutan Bari anaknya, sang ibu berdoa: "Ya Alloh,janganlah engkau matikan Juraij hingga dia melihat wajah wanita pelacur". Orang-orang Dani Israil (ketika itu) sering menyebut-nyebut mama Juraij serta ketekunan ibadahnya, sehingga ada seorang wanita pelacur berparas cantik jelita mengatakan: Jika kalian mau, aku akan menggodanya (Juraij). Wanita pelacur itupun kemudian merayu dan mengwarkan diri kepada Juraij. Tetapi sedikitpun Juraij tak memperdulikannya. Namun apa yang kemudian dilakukan oleh wanita itu? Ia mendatangi seseorang yang tengah menggembala di sekitar tempat ibadah Juraij. Lalu demi terlaksananya tipu muslihat, wanitu itu kemudian merayunya. Maka terjadilah perzinaan antara dia dengan penggembala itu. Hingga akhirnya wanita itu hamil. Dan manakala bayinya telah lahir, dia membuat pengakuan palsu dengan berkata kepada orang-orang: "Bayi ini adalah anak Juraij." Mendengar hal itu, masyarakat percaya dan beramai-ramai mendatangi tempat ibadah Juraij, memaksanya turun, merusak tempat ibadahnya dan memukulinya. Juraij yang tidak tahu masalahnya bertanya dengan heran: "Ada apa dengan kalian?". "Kamu telah berzina dengan wanita pelacur lalu dia sekarang melahirkan anakmu", jawab mereka. Maka, tahulah Juraij bahwa ini adalah makar wanita Iacur itu. Lantas bertanya: "Dimana bayinya?". Merekapun membawa bayinya. Juraij berkata: "Biarkan saya melakukan sholat dulu", kemudian dia berdiri sholat. 5eusai menunaikan sholat, dia menghampiri si bayi lalu mencubit perutnya seraya bertanya: "Wahai bayi, siapakah ayahmu?" Si bayi menjawab: "Ayahku adalah si fulan, seorang penggembala". Akhirnya, masyarakat bergegas menghampiri Juraij, mencium dan mengusapnya. Mereka minta maaf can berkata: "Kami akan membangun tempat ibadahmu dari emas". Juraij mengatakan: "Tidak, bangun saja seperti semula yaitu dari tanah Hat". Lalu merekapun mengerjakannya.

Jumat, 20 Maret 2009

judul proposal (editing)

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA
KELAS VIIE SMPN 9 PALU
A. Latar Belakang Masalah
Banyak siswa yang menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada suatu pokok bahasan, baik yang sedang disampaikan guru maupun yang sedang dihadapi di meja belajar. Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya aktif untuk memperdalam ilmu. Menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha. Termasuk adanya penyekat ruang struktural yang begitu tinggi antara guru dan siswa.

Bertolak dari permasalahan di atas, guru perlu memberikan respon positif secara konkret dan objektif yaitu berupa upaya untuk membangkitkan partisipasi siswa, baik dalam bentuk kontributif maupun inisiatif. Bentuk partisipasi kontributif dan inisiatif ini akan mampu membentuk siswa untuk selalu aktif dan kreatif sehingga mereka sadar bahwa ilmu itu hanya bisa diperoleh melalui usaha keras sekaligus menyadari makna dan arti penting belajar.
Masalah utama dalam proses pembelajaran adalah “Bagaimana guru mengajarkan bahan-bahan kajian sehingga peserta didik memperoleh pemahaman?”. Mendesain suatu mata pelajaran disekolah untuk keperluan proses pembelajaran, tentu bukanlah pekerjaan yang sederhana. Untuk menghasilkan desain pembelajaran, seorang guru harus menguasai materi (content) dan metode pembelajaran (teaching method). Upaya yang dilakukan dalam membuat desain pembelajaran pada kesempatan ini tidak lepas dari keinginan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar, baik dari segi proses maupun hasilnya. Desain pembelajaran yang dimaksud juga mengacu pada pandangan konstruktivisme yang menjadi dasar teori perkembangan intelektual Piaget, yakni bahwa belajar merupakan proses pengaturan sendiri (self regulation) yang dilakukan oleh seseorang dalam mengatasi konflik kognitif.
Berdasarkan data hasil observasi yang dilaksanakan pada siswa kelas VIIE SMPN 9 Palu sebagai berikut. Pertama, selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa cenderung diam, tidak bertanya dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyan yang diajukan guru, sehingga belum menunjukkan kelancaran siswa mengemukakan gagasan. Kedua, saat praktikum siswa cenderung main-main, tidak terfokus pada pengambilan data serta tidak mau memikirkan jawaban pertanyaan-pertanyaan pada analisis data hasil praktikum, sehingga keaslian siswa membuat tanggapan belum dapat diidentifikasi. Ketiga, siswa cenderung menghafalkan satu jawaban yang benar, dan kemampuan siswa maupun guru dalam mencari alternatif jawaban dari masalah masih kurang, sehingga belum tampak keluwesan siswa memikirkan alternatif jawaban yang bervariasi. Keempat, siswa kesulitan memahami konsep-konsep fisika serta kaitannya dengan permasalahan dalam penerapan konsep di kehidupan sehari-hari. Menurut para siswa bahwa pembelajaran fisika yang mereka terima dari guru sama seperti mata pelajaran yang lainnya sehingga hal tersebut membosankan.Hal tersebut mengindikasikan bahwa keterampilan dan kreatifitas siswa dalam mengemukakan gagasan masih rendah.
Berdasarkan informasi dari guru mata pelajaran fisika kelas VIIE SMP, bahwa pertama, guru telah mengajar menggunakan berbagai metode pembelajaran diantaranya investigasi kelompok dan metode ceramah serta menggunakan charta pembelajaran.. Kedua, guru sedang dalam proses menggunakan modul. Kegiatan yang terancang dalam modul belum melibatkan siswa secara aktif dan belum ada pertanyaan-pertanyaan aplikasi konsep. Ketiga, siswa belum dapat melakukan praktikum dengan baik. Keempat, kemampuan kognitif siswa kelas VIIE masih rendah.
Berikut daftar Nilai rata-rata hasisl belajar fisika Kelas VII SMPN 9 Palu dan data keterampilan proses sains kelas VIIE SMPN 9 Palu :

Tabel 1. Daftar Populasi dan nilai rata-rata hasil belajar fisika
Kelas Jumlah siswa Nilai rata-rata Kelas Jumlah siswa Nilai rata-rata
VII A 35 6,2 VII D 31 6,0
VII B 31 6,2 VII E 32 5,5
VII C 33 5,8 VII F 37 5,6


Tabel 2. Daftar Nilai rata-rata Keterampilan Proses Sains
Kelas VII E SMPN 9 Palu

No Aspek yang diamati Penilaian
Skor Kriteria
1. Keterampilan Pengamatan (observasi) 52 cukup
2. Keterampilan Mengklasifikasi 59 Cukup
3. Keterampilan menafsirkan (interpretasi) 60 Baik
4. Keterampilan meramalkan (Prediksi) 59 Cukup
5. Keterampilan menerapkan Konsep 58 Cukup
6. Keterampilan merencanakan penelitian 52 Cukup
7. Keterampilan mengkomunikasikan 64 Baik


Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Siklus Belajar untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa kelas VIIE SMPN 9 Palu”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini ádalah “apakah penerapan model Siklus Belajar dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep físika pada siswa Kelas VIIE di SMPN 9 Palu ?”

C. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep Fisika siswa Kelas VIIE SMPN 9 Palu.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi siswa, Membantu siswa untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses sains yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya.
2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan mengembangkan model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.
3. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan mengembangkan model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar físika.


E. KAJIAN PUSTAKA
E.1. Model Siklus Belajar
Model Siklus Belajar merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada teori piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi teori kontruktivisme. Model ini dikembangkan oleh Robert Korplus dalam rangka perbaikan kurikulum sains pada tahun 1970-1974, dengan menggunakan fase eksploration , explanation dan discovery kemudian menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk fase-fase tersebut Lorsbch dalam Vitri (2008: 20).Metode siklus belajar terdiri atas :

1. Fase Pendahuluan
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikir, membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema atau topik yang akan dipelajari dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang fakta/fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
2. Fase Eksplorasi
Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri maupun kelompok tanpa instruksi secara langsung dari guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan percobaan (secara ilmiah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat suatu kesimpulan dari percobaan yang dilakukan.
Guru sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada ruang lingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya). Sesuai dengan teori Piaget, kegiatan eksplorasi siswa diharapkan mengalami ketakseimbangan kognitif .
3. Fase Penjelasan
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya, serta bisa memperkenalkan istilah-istilah baru yang belum diketahui siswa. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memperdalam hubungan antar variable atau kesimpulan yang diperoleh siswa. Sehingga, siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya.
4. Fase Penerapan Konsep
Kegiatan belajar ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Kegiatan fase ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang telah mereka ketahui, sehingga siswa dapat melakukan akomodasi melalui hubungan antar konsep dan pemahaman siswa menjadi lebih mantap.
5. Fase Evaluasi
Ada dua hal ingin diketahui pada kegiatan belajar ini yaitu pengalaman belajar yang telah diperoleh siswa dan refleksi untuk melakukan siklus lebih lanjut yaitu untuk pembelajaran pada konsep berikutnya.




Tabel.3. Model siklus Belajar (diadaptasi dari Meyer.1998)
Indikator Tahap siklus belajar
Eksplorasi Pengenalan Konsep Aplikasi
Guru Mengidentifiksi Konsep yang akan diajarkan. Guru berposisi sebagai fasilitator Membantu siswa mengembangkan konsep yang diperoleh melalui eksplorasi. Membimbing siswa pada pemahaman konsep baru yang bermakna .Cara yang dapat dilakukan yakni dengan megembangkan strategi bertanya Mendukung siswa untuk menguji kemampuannya dalam menerapkan konsep pada situasi baru.Guru berposisi sebagai mentor.
Siswa Memulai mengenal materi baru atau fenomena baru dengan bimbingan minimal, dimana fenomena yang disajikan menantang struktur mental siswa Mencoba memahami konsep baru dan berdiskusi dalam hal yang berkaitan dengan fenomena pada tahap eksplorasi Mempeoleh penguatan pada perkembangan struktur mental yang baru.

F.2. Komponen Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses adalah keterampilan yang diperolah dari latihan kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan –kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan yang mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama kelamaanakan menjadisuatu keterampilan, sedangkan tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu mampu dan terampil psikomotorik, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara yang diperbuat ilmuwan (Conny Setiawan, 1987: 15).
Berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian dari setiap kemampuan beserta kata-kata operasional dari masing-masing keterampilan :
1. Mengamati; yaitu keterampilan mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan indera. Kata kerja operasional : melihat, mendengar, merasa,meraba, mengecap, menyimak, mengukur, membaca.
2. Mengklasifikasi; yaitu keterampilan menggolongkan benda, kenyataan, konsep, nilai, atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan, perlu ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan, atau konsep sebagai dasar penggolongan.Kata kerja Operasional : mencari persamaan, membadakan, membandingkan, mengontraskan, mencari dasar penggolongan.
3. Menafsirkan (menginterprtasi); yaitu keterampilan proses menafsirkan sesuatu benda, kenyataan, peristiwa, konsep, atau informasi yang telah dikumpul melalui pengamatan, perhitungan, penelitian, atau eksperimen. Kata kerja operasional : Menaksir, Memberi arti, mengartikan, memposisikan, mencari hubungan ruang waktu, menentukan pola, menarik kesimpulan, mengeralisasikan.
4. Meramalkan (memprediksi); yaitu mengantisipasi atau menyimpulkan suatu atau hubungan antar data atau informasi.
5. Menerapkan; yaitu menggunakan hasil belajar berupa informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, keterampilan.Melalui penerapan, hasil belajar dapat dimanfaatkan, diperkuat, dikembangkan, atau dihayati.
Kata kerja operasional : Menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, keterampilan dalam situiasi), menghitung ,menentukan variable, menegndalikan variable, menghubungkan konsep, pertanyaan penelitian, menyusun hipotesis, membuat modul.
6. Merencanakan penelitian; yaitu keterampilan yang amat penting karena menentukan berhasil tidaknya penelitian. Keterampilan ini perlu dilatih, karena selama ini pada umumnya kurang diperhatikan dan kurang terbina. Pada tahap ini ditentukan masalah atau objek yang akan diteliti, tujuan, dan ruang lingkup penelitian, sumber data tau informasi, cara analisis, alat dan bahan atau sumber kepustakaan yang diperlukan. Jumlah orang yang terlibat, langkah-langkah pengumpulan data pengolahan data atau informasi, serta tata cara melakukan penelitian.Kata kerja operasional : menentukan masalah atau objek yang akan diteliti, menentukan tujuan penelitian, menentukan ruang lingkup penelitian, menentukan sumber data, menentukan alat, bahan dan sumber kepustakaan, cara penelitian.
7. Mengkomunikasikan; menyampaikan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan.

Muhammad Nur (1995:8) mengemukakan :
”Dalam menerapkan pendekatan keterampilan proses untuk pembelajaran, guru harus terlebih dahulu melakukan persiapan, berupa: Mengkaji tujuan dan materi pembelajaran yang hendak disampaikan; Memilih metode yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi sekolah; Merancang perangkat pembelajaran dengan menggunakan LKS atau perangkat lainnya yang didalamnya memiliki komponen-komponen keterampilasn proses IPA yang hendak dilatihkan.”
Piaget dalam Djernih (2004 :12) menyatakan bahwa :
”Manusia tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian , perkembangan sosio emosional, dan perkembangan kognitif. Dalam pandangan piegat bahwa pengetahuan itu datang dari tindakan dan perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif berinteraksidengan lingkungannya.”
Selanjutnya Piaget dalam Muhammad Nur (1995:1) menyatakan bahwa implikasi proses pembelajaran seorang guru Perlu: memusatkan perhatian kepada proses mental anak dan tidak sekedar hasilnya; mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif pembelajaran, namun tetap memaklumi adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan belajar.”
F.3. Penguasaan Konsep
Konsep dapat didefenisikan sebagai pola unsur bersama diantara anggota kumpulan atau rangkaian. Hakikatnya suatu konsep tidak terdapat didalam masing-masing anggota, tetap didalam unsur atau sifat yang terdapat pada semua anggota. Selama konsep terus menerus dan m,enginterpestasikan stimusus otak manusiatidak henti-hentinya mengabstraksi, membantu dan membandingkan pola. Hal ini dikerjakan secara otomatis yang menyebabkan manusia mempelajari konsep dan dapat menggunakan secara intuitif. Namun sering dijumpai kesulitan dalam memberikan deskripsi verbal yang memadai mengenai proses atau kriteria yang kita gunakan dalam pembentukan konsep.
Berbicara tentang konsep fisika, banyak ahli yang mendefinisikan tentang konsep. Salah satu diantaranya adalah Purwanto (1997:85) dalam bukunya pedoman Guru, menyatakan bahwa :
”Konsep itu adalah suatu ide/gagasan yang digeneralisasikan dari pengalaman-pengalaman tertentu dan relevan. Selanjutnya ia menyatakan bahwa konsep dibedakan atas tiga sifat , yaitu klasifikasi,korelasional dan teoritis. Menurut tingkatannya dibedakan atas dua, yaitu konsep konkrit dan konsep abstrak.”
Konsep konkrit adalah konsep yang terbentuk karena pengalaman langsung melalui panca indra, misalnya cara melakukan pengukuran tentang besarnya gaya beserta data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran,dll. Sedangkan konsep abstrak adalah konsep yang berkembang dari konsep konkrit melalui suatu analisis dan sintesa.
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka secara sederhana dapat dikemukakan bahwa meningkatkan penguasaan konsep berarti suatu upaya yang dilakukan seorang (guru ) dalam penyajian materi pelajaran kepada siswa agar mereka menguasai deangan benar tentang materi tersebut, dan dengan upaya tersebut para siswa mampu mengungkapkan ide atau gagasannya tentang peristiwa tersebut.
Beberapa langkah-langkah petunjuk yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengerjakan bahan pelajaran yang sifatnya penguasaan konsep antara lain :
1. Renungkanlah arah, orientasi, dan aplikasi konsep yang harus dipelajari.
2. Tinjau kembali unsur pra syarat konsep yang hendak dipelajari.
3. Sajikan stimulus sederhana yang tepat dari unsur-unsur yang ada dalam konsep sehingga unsur –unsur pola atau hubungan bersama dapat diketahui.
4. Definisi dan asosiasi nama konsep.
5. Perluas asosiasi melalui berbagai contoh dan aplikasi.
6. Pertajam kemampuan membedakan dengan menggunakan lebih cepat contoh yang realistis. Dalam beberapa kasus contoh-contoh realistis berguna untuk mempertajam kemampuan.
7. Berilah latihan dan penguasaan peninjauan kembali.
8. Uji kemampuan melalui contoh konsep, mendefinisikan konsep dan menampilkan konsep.


G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan diatas, maka dalam penelitian tindakan kelas ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
Dengan menerapkan metode siklus belajar dapat meningkatkan keterampilan proses sain dan pemahaman konsep fisika.

H.METODE PENELITIAN
H.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Tujuan diadakan penelitian tindakan kelas adalah untuk mendapatkan solusi dari permasalahan spesifik di kelas dan untuk mengujicobakan hal-hal baru dalam pembelajaran (Sugiyanto, 2005:56). Penelitian dimulai dengan perencanaan yang meliputi model siklus belajar, dan penyusunan instrumen penelitian. Pelaksanaan penelitian berupa kegiatan pembelajaran yang mengimplementasikan model siklus belajar di kelas VII E SMPN 9 Palu, observasi lapangan, dan diskusi. Selesai proses belajar mengajar diadakan refleksi dengan guru mata pelajaran guna mengevaluasi yang terkait dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga diharapkan terjadi perbaikan tindakan (replanning).
Penelitian ini akan dilaksanakan selama dua siklus. Sebelum siklus I dilaksanakan, peneliti melakukan observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran Fisika untuk mengetahui masalah yang terdapat di kelas VII E SMPN 9 Palu. Pembelajaran yang dilakukan adalah implementasi model siklus belajar yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sain dan pemahaman konsep fisika.
Model penelitian ini akan mengacu pada modifikasi diagram yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc.Taggart (dalam Djernih.,2004:20), seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Tiap siklus dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1) Refleksi awal, 2) Rencana tindakan, 3) Rencana tindakan, 4) Observasi, 5) refleksi. Adapun alur pelaksanaan tindakan yang dimaksud selanjutnya pada Gambar 1.






.



Gambar 1.Diagram Alur Desain Penelitian Model Kemmis dan Mc Taggar

H.2. Subjek dan Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilakukan dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VIIE SMPN 9 Palu .
Pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan instrumen yang telah disusun sebelumnya, yaitu skenario pembelajaran, media pembelajaran, dan pedoman observasi tahapan pembelajaran. Skenario pembelajaran digunakan oleh guru sebagai landasan pelaksanaan pembelajaran. Pedoman observasi tahapan pembelajaran digunakan pada saat pembelajaran berlangsung. Tes diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran. Selain itu juga akan digunakan lembar observasi, catatan lapangan dan rekaman data serta wawancara yang tak berstruktur untuk mengetahui kondisi siswa, kondisi pembelajaran serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi nanti selama proses pembelajaran berlangsung.
H.3 Jenis dan Sumber Data
H..3.1. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.
a. Data kualiltatif adalah data yang diperoleh dari siswa berupa data hasil observasi dan hasil wawancara, serta kegiatan guru atau peneliti dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa.
H.3.2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa.
a. Guru; data yang diperoleh dari hasil observasi saat proses pembelajaran berlangsung
b. Siswa; data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan tes.

H.4. Tekhnik Analisa Data
H.4.1 Analisa Data Kualitatif
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan sesudah pengumpulan data. Adapun tahap-tahap kegiatan analisis data kualitatif adalah: 1). Mereduksi data, 2). Menyajikan data, dan 3). Verifikasi data/penyimpulan.
1. Mereduksi Data
Kegiatan mereduksi data merupakan bagian dari analisis yang digunakan untuk menajamkan informasi, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi sedemikian rupa sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan.
2. Menyajikan Data
Menyajikan data dilakukan dengan menyusun data secara sederhana ke dalam tabel serta menyusun uraian secara naratif. Naratif artinya yang diperoleh dari hasil reduksi dibuat dalam bentuk tabel dan diberi nama kualitatif. Sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3. Penyimpulan/Verifikasi
Penyimpulan ialah proses penampilan intisari dari sajian yang telah terorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat atau informasi yang singkat dan jelas.

G.4.2 Analisa Data Kuantitatif
1. Daya Serap Individu
Analisa data untuk mengetahui daya serap masing-masing siswa digunakan rumus sebagai berikut :


Dengan : X = Skor yang diperoleh siswa
Y = Skor maksimal soal
DSI = Daya serap individu
Suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara individu jika persentase daya serap individu sekurang-kurangnya 65 % (Depdiknas, 2004: 37).
2. Ketuntasan Belajar Klasikal
Analisa data untuk mengetahui ketuntasan belajar seluruh siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut :


Dengan : = Banyaknya siswa yang tuntas
= Banyaknya siswa seluruhnya
KBK = Ketuntasan belajar klasikal
Suatu kelas dikatakan tuntas belajar klasikal jika rata-rata 85 % siswa telah tuntas secara individual (Depdiknas, 2004: 37).

3. Daya Serap klasikal
Analisa data yang digunakan untuk mengetahui daya serap klasikal atau daya serap seluruh sampel penelitian digunakan rumus sebagai berikut :


Dengan : = Skor total persentase
= Skor ideal seluruh siswa
DSK = Daya serap klasikal
H. INDIKATOR KINERJA
Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah bila keterampilan proses sains dapat direduksi dengan pencapaian presentase daya serap siswa yang memiliki keterampilan proses sains dan penguasaan konsep rendah minimal 65 % dan dikatakan berhasil jika mencapai 85 %.(Depdiknas, 2004: 37).









DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 1993.Petunjuk Pelaksanaan PBM Fisika Kurikulum 1994.Depdikbud.Jakarta.

Depdiknas. 2001. Penerapan Model Kontruktivisme pada Pembelajaran IPA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Nasional.

Depdiknas. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Djernih, 2004. Penerapan Pembelajaran Pendekatan Keterampilan Proses Sains Dalam meningkatkan Pemahaman Konsep Gaya dan Tekanan Siswa Kelas IA SLTPN 16 Palu. Skripsi tidak dipublikasikan.

Muhammad nur, 1995. Materi Pelatihan (TOT) Guru Mata Pelajaran Fiska.Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud, Jakarta










LEMBAR OBSERVASI GURU
Materi : Kalor dan Perpindahan
Hari/tanggal :
Petunjuk !
Isilah kolom dibawah ini dengan pedoman penilaian berikut :
4 : Jika semua deskripsi muncul
3 : Jika tiga (3) deskripsi muncul
2 : Jika hanya ada dua (2) deskripsi muncul
1 : Jika hanya satu (1) deskripsi muncul
Tahap Indikator yang diamati Deskriptor skala
1 2 3 4
Awal Membagi kelompok • Membagi siswa kedalam kelompok keci
• Meminta siswa duduk sesuai kelompoknya masing-masing
• Meminta siswa melakukan kerjasama yang baik dalam kelompok
• Meminta siswa untuk memperhatikan penjelasan guru.
Memberikan motivasi • Memberikan informasi tentang pentingnya materi yang akan diajarkan
• Mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran
• Membimbing siswa bertanya atau mengajukan pendapat
Menyampaikan indicator pembelajaran • Disampaikan diawal pembelajaran
• Indikator sesuai dengan materi yang akan diajarkan
• Indicator sesuai dengan kegiatan siswa
• Menyampaikan indicator dapat dimengerti oleh siswa
Inti Fase1 Eksplorasi • Masalah diberikan sesuai dengan materiyang akan diajarkan
• Masalah yang diberikan jelas dan mudah dipahami
• Masalah yang diberikan memancing siswa untuk memberikan hipotesis
• Membimbing siswa menuliskan jawaban sementara kedalam LKS
Membimbing siswa melakukan eksperimen • Meminta masing-masing kelompok siswa untuk menyusun peralatan sesuai LKS
• Membimbing siswa dalam melakukan percobaan
• Membimbing siswa dalam pengambilan data
• Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
Fase2 Pengenalan konsep
Memberikan tambahan penjelasan tentang konsep yang dipelajari • Penjelasan yang diberikan mudah dipahami siswa
• Penjelasan yang diberikan sesuai konsep
• Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya
• Menjawab pertanyaan siswa dengan jelas dan mudah dimengerti
Membimbing siswa menuliskan jawaban kedalam LKS bagian pengenalan konsep. • Siswa memahami pertanyaan yang diberikan
• Pertanyaannya sesuai dengan materi yang diajarkan
• Pertanyaannya sesuai dengan konsep
• Meminta siswa menuliskan jawaban kedalam LKS

Fase3 aplikasi
konsep

• Masalah yang diberikan berkaitan dengan materi yang akan diajarkan
• Masalah yang diajarkan mudah dipahami
• Membimbing siswa yang belum memahami permasalahan
• Meminta siswa mengajukan jawaban sementara dari permasalahn tersebut
Akhir Menyimpulkan materi pelajaran • Meminta salah seorang siswa untuk menyimpulkan mata pelajaran
• Kesimpulan jelas dan mudah dipahami
• Kesimpulan sesuai dengan tujuan pembelajaran
• Meminta siswa menuliskan kesimpulan akhir dari materi yang dipelajari
Presentase nilai Rata-rata (NR) = ( Jumlah Skor / Skor maksimal ) x 100 %
Kriteria taraf keberhasilan tindakan :
90 % < NR < 100 % : sangat Baik
80 % < NR < 90 % : Baik
70% < NR < 80 % : cukup
60 % < NR < 70% : Kurang
0 % < NR < 60 % : Sangat kurang
Palu,………….
Observer










USULAN PENELITIAN



PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN
PENGUASAAN KONSEP FISIKA
KELAS VIIE SMPN 9 PALU




Proposal



Oleh :

LUKMAN ABDUL KARIM
A. 241 05 042









FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS TADULAKO
MARET 2009

miniatur kampus UNTAD

IDIOTS ON THE COMPUTER

Jika Anda merasa gaptek soal komputer, jangan kuatir. Bukan Anda saja yang merasa demikian. Jim Cartlon, seorang jurnalis Wall Street Journal, baru-baru ini mengumpulkan keluhan dari para konsumen komputer Amerika. Dan ternyata keluhan mereka jauh lebih “idiot” daripada yang kita kira. Berikut petikan keluhan2 konsumen yang super konyol & “super moron” itu :

1. Compaq pernah mempertimbangkan untuk mengubah perintah “Press ANY Key” menjadi “Press ENTER Key” dikarenakan banyaknya telefon yang menanyakan letak tombol “ANY” di keyboard.
2. AST Technical Support menerima laporan konsumen karena kesulitan menggunakan mouse. Saat Techinal Support berkunjung, mereka menemukan mouse tersebut tidak bisa digunakan… karena masih terbungkus rapi di dalam plastiknya. Penggunanya (seorang wanita) punya phobia (ketakutan) pada mouse (tikus) sehingga tidak berani mengeluarkannya dari dalam plastik.
3. Di tahun 1980-an, ketika disket masih berukuran besar, teknisi Compaq pernah menerima keluhan seorang konsumen yang disketnya tidak terbaca oleh drive-disk komputer. Setelah diselidiki, ternyata konsumen itu sebelumnya memasukkan disket ke dalam mesin tik dan mengetikkan label yang tertempel di disket itu.
4. Sebuah keluhan lain dari konsumen AST yang mengatakan disket mereka terkena virus yang sulit dibersihkan. Petugas AST meminta orang itu mengirimkan kopi disket yang terinfeksi itu untuk dipelajari. Beberapa hari kemudian, petugas AST menerima foto kopi disket dari konsumen tersebut.
5. Seorang konsumen DELL mengeluhkan kalau dia tidak dapat mengirimkan fax via komputer. Setelah diarahkan selama 40 menit lewat telepon, petugas DELL menemukan kalau konsumen itu mencoba mengefax via komputer dengan cara menempelkan kertas yang akan di fax di depan monitor.
6. Seorang konsumen DELL lain mengeluh karena keyboard yang digunakannya sudah tidak bisa berfungsi sejak dibersihkan. Ketika ditanya caranya membersihkan keyboard, dia menjelaskan, “Saya mencuci dan menggosok semua bagian keyboard dengan sabun, lalu membilasnya dengan air, dan menjemurnya. “
7. Seorang konsumen DELL marah besar karena tidak bisa menyalakan komputer yang baru dibelinya. “Semua sudah terpasang dengan baik. Tapi setiap kali saya tekan pedal kaki , tidak terjadi apa-apa.” Setelah diselidiki ternyata “pedal kaki” yang dimaksud orang itu adalah : mouse
8. Seorang lagi konsumen DELL marah besar karena komputer barunya tidak nyala. Dia menjelaskan semua sudah terpasang dengan benar, dan ketika dia menunggu selama 20 menit, tidak terjadi apa-apa pada komputernya. Ketika teknisi DELL menanyakan apakah “power switch” sudah dinyalakan, dia balik bertanya, “Power switch apa?”
9. Berikut adalah tanya-jawab antara petugas Novell NetWire dengan seorang konsumen :
Penelepon : Hallo, dengan Tech Support?
Novell : Ya, bisa dibantu?
Penelepon : Tatakan gelas di PC saya patah. Apa mungkin saya bisa menggantinya?
Novell : Tatakan gelas ? Apakah itu hadiah saat Anda membeli komputer?
Penelepon : Tidak. Tatakan gelas ini sudah ada di komputer saya. Dan ketika saya meletakkan gelas saya di atasnya, tatakan itu patah. Yang saya ketahui, di bagian depan tatakan itu ada tulisan “CD-ROM, 16X”.
(Saat itu juga, petugas Novell langsung mematikan telepon dan tertawa terpingkal-pingkal. ..)

lukman karim_ UNTAD Palu


Minggu, 15 Maret 2009

TEORI-TEORI BELAJAR

Tanggal: 04 Oktober 2008

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran

anggal: 03 Oktober 2008

oleh: Akhmad Sudrajat

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

[model-pembelajaran1]



Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Sumber:



Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF (ADAPTASI)

A. Model Examples Non Examples

Contoh dapat dari Kasus/Gambar yang Relevan dengan Kompetensi Dasar

Langkah-langkah :

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/In Focus
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7. Kesimpulan

B. Picture And Picture

Langkah-langkah :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan materi sebagai pengantar
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
7. Kesimpulan/rangkuman

C. >Numbered Heads Together

Langkah-langkah :

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
6. Kesimpulan

D. Cooperative Script

Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari

Langkah-langkah :

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : (a) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan guru
7. Penutup

E. Kepala Bernomor Struktur

Langkah-langkah :

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
3. ->Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
5. Kesimpulan

F. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995)

Langkah-langkah :

1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
5. Memberi evaluasi
6. Kesimpulan

G. Jigsaw (Model Tim Ahli)/(Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, And Snapp, 1978)

Langkah-langkah :

1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Guru memberi evaluasi
8. Penutup

H. Problem Based Introductuon (PBI)/(Pembelajaran Berdasarkan Masalah)

Langkah-langkah :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

I. Artikulasi

Langkah-langkah :

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
5. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
7. Kesimpulan/penutup

J. Mind Mapping

Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban

Langkah-langkah :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru

K. Make - A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994)

Langkah-langkah :

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7. Demikian seterusnya
8. Kesimpulan/penutup

L. Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985)

Langkah-langkah :

1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
6. Guru memberi kesimpulan
7. Penutup

M. Debat

Langkah-langkah :

1. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
3. Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

rabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Dari beberapa ciri pembelajaran terpadu di atas, menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu adalah sejalan dengan beberapa aliran pendidikan modern yaitu termasuk dalam aliran pendidikan progresivisme. Aliran pendidikan progresivisme memandang pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru dan pada bahan ajar. Tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat anak lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman (experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).


Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan progresif adalah kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Mudyaharjo, 2001).

Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1) the fragmented model ( Model Fragmen )
2) the connected model ( Model Terhubung )
3) the nested model ( Model Tersarang )
4) the sequenced model ( Model Terurut )
5) the shared model ( Model Terbagi )
6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7) the threaded model ( Model Pasang Benang )
8) the integrated model ( Model Integrasi )
9) the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10) the networked model ( Model Jaringan )

Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai untuk dapat dikembangkan dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga model pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected), model jaring laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).

Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.

Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut : (1) dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi. (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.

Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, (2) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.

Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo (2000:11 – 14) sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan :
1.1. menentukan tujuan pembelajaran umum
1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus

2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :
2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
(materi prasyarat)
2.2. menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa
2.3. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan
2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan / dibutuhkan
2.5. menyampaikan pertanyaan kunci

3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :
3.1. pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok
3.2. kegiatan proses
3.3. kegiatan pencatatan data
3.4. diskusi secara klasikal

4. Evaluasi, meliputi :
4.1. evaluasi proses , berupa :
- ketepatan hasil pengamatan
- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan
- ketepatan siswa saat menganalisis data
4.2. evaluasi produk :
- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
4.3. evaluasi psikomotor :
- kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

Artikel: MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO: SEBUAH TINJAUAN KRITIS

Menurut ERIC Digest (2000), "Portfolios are used in various professions together typical..; art students assamble a portfolio for an art class..". Portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa sebagai hasil belajarnya. Portofolio, selain sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa serta memberikan gambaran mengenai sikap dan minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan, juga dapat menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran (Stiggins, 1994 : 20).

Melalui model pembelajaran portofolio, selain diupayakan dapat membangkitkan minat belajar siswa secara aktif, kreatif, juga dapat mengembangkan pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab.

Adapun alasan penggunaan model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta proses pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem : (1) CTL, 'Contextual Teaching Learning', dan (2) 'Model Kegiatan Sosial dan PKn'.

(1) CTL, 'Contextual Teaching Learning'

CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang memiliki karakteristik berikut :
a. keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya;
b. dengan menggunakan waktu/kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang, dan yang akan datang;
c. lawan dari textbook centered;
d. lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik;
e. belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;
f. mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka; dan
g. membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.

Model CTL disebut juga REACT, yaitu Relating (belajar dalam kehidupan nyata), Experiencing (belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan), Applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk kegunaannya), Cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan Transfering (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru/konteks lain)

(2) 'Model Kegiatan Sosial dan PKn'

Model yang dipelopori oleh Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana mempengaruhi kebijakan umum, dengan demikian pendekatan tersebut mencoba memperbaiki kehidupan siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan yang merupakan kemampuan siswa untuk mempengaruhi lingkungan, dan memberikan dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam masyarakat.

Kedua model di atas, yang menjadi dasar acuan pendekatan sistem pada model pembelajaran portofolio membina siswa dalam rangka pemerolehan kompetensi lingkungan dan membekali siswa dengan life skill : civic skill, civic life, serta dapat mengembangkan dan membekali siswa bagaimana belajar ber-PKn-dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi, juga untuk membina suatu tatanan nilai terutama nilai kepemimpinan pada diri siswa, agar siswa dapat mempertanggungjawabkanb ucapan, sikap, perbuatan pada dirinya sendiri, kemudian pada masyarakat, bangsa, dan negara.

Implementasi model pembelajaran portofolio akan menjadikan PBM PKn yang sangat menyenangkan bagi siswa, bila pembelajaran tersebut beserta komponennya memiliki kegunamanfaatan bagi siswa dan kehidupannya.